Rabu, 11 Februari 2015

UNAS JADI ENAS

Mengharapkan Perubahan Pada Ujian Nasional

Mereka Yang Juara
Berubahnya UN (Ujian Nasional) menjadi Enas (Evaluasi Nasional) semoga tidak hanya berganti nama saja, tapi juga secara keseluruhan mulai dari makna ujian yang mengalami metamorfosis menjadi evaluasi. Dua kalimat memiliki makna yang berbeda tentunya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang dipakai untuk menguji bila di lihat ke dalam kata dasarnya berarti percobaan untuk mengetahui kualitas sesuatu, sedangkan evaluasi memiliki makna penilaian yang berarti proses, cara, perbuatan menilai.

Apapun yang membuat bergantinya istilah UN ke Enas bagi kita adalah sebuah harapan perubahan yang metamorfosis dalam artian membawa perubahan yang menjadi lebih baik. Kita ketahui bersama penentangan keberadaan sistem ujian nasional sangat dirasakan menakutkan bagi siswa. Gambarannya ketika menjelang ujian nasional berbagai pihak sampai media mengekspos berita tentang ujian nasional sangat beragam dan membuat miris saja, bayangkan untuk menghadapi ujian siswa dibimbing begitu dalam sampai pulang malam dengan mengikuti berbagai bimbingan dengan besaran uang yang beragam. Belum lagi cara pendekatan spiritual yang "maaf" bahkan sekolah membawa siswanya ke "orang pintar" sehingga ada kejadian lucu satu kelas pencil siswanya bau kemenyan.

Semangat di dunia pendidikan menunjukkan kompetisi yang tinggi, ditandai dengan banyak perbuatan yang mungkin oleh sebagaian orang dianggap aneh sampai harus pergi ke dukun. Berubahnya sistem ujian nasional ke evaluasi nasional sangat diharapkan membawa perubahan dan sebagai pendidik bagaimanapun posisinya harus mau mendukung dan optimis bahwa bentuk ujian nasional yang dirubah menjadi evaluasi nasional akan membawa angin segar dengan semakin tumbuhnya karakter jujur. Mengapa jujur? Seperti tahun-tahun lalu, keberadaan ujian nasional membawa pada persaingan untuk mendapatkan nilai baik dan lulus. Kompetisi ini membawa indikasi ada ketidakjujuran di lingkungan pendidikan, faktanya banyak sekali kasus yang bisa terlihat dan bahkan sampai ke meja hijau.

Komposisi kelulusan 50:50 bagaimana pun masih rasional karena perbandingan tersebut menunjukkan keseimbangan hanya saja, apa ada jaminan dengan perbandingan tersebut masih ada ketidak jujuran? Atau bahkan dengan perbandingan berapa pun tidak akan terpengaruh akan jujur. Karena persaingan antar sekolah sudah mengakar sangat kuat. Sehingga Kementerian Pendidikan diharapkan mampu memotong persaingan sekolah untuk mendapatkan nilai yang baik yaitu dengan melakukan perubahan pada sistem penerimaan siswa baru.

Harapannya dengan berubahnya sistem penerimaan siswa baru akan terwujud dan tersaring sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan siswa dengan sekolah pilihannya. Meskipun demikian kita juga tidak dapat menghindari adanya kecurangan yang jelas kecurangan selalu muncul di saat ada peluang, dengan merubah sistem penerimaan siswa baru pun masih membawa permasalahan "kecurangan".


Tidak ada komentar: