Rabu, 28 Agustus 2013

MASYARAKAT MENILAI

Masyarakat Menilai Kurikulum 2013

Saat digulirkannya Kurikulum 2013 dalam bentuk draft hingga masuk dalam ajaran baru, tanggapan beragam sangatlah beragam hanya saja tanggapan mayoritas darikalangan pendidik yang tentunya pendidik yang merasa di anak tirikan atau terpinggirkan terutama guru BK (bimbingan konseling), TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), namun tidak juga bagi guru lainnya di tingkat SD, SMP, SMA/SMK pun mengalami hal serupa dan semuanya hanya mampu beropini di draft kurikulum tanpa dapat merubah apa yang ada di kurikulum 2013.

Pandangan masyarakat bisa saja berbeda dan hanya merasa heran tatkala TIK ditiadakan dan menjadi media pembelajaran untuk semua mata pelajaran, hanya heran dan bertanya mengapa pelajaran komputer tidak ada? Padahal zaman sudah zaman kemajuan apa tidak kembali lagi ke zaman batu? Ada juga yang berpendapat TIK tidak perlu karena anak kecil saja sudah bisa komputer. Untuk yang satu ini saya menjadi bertanya-tanya, bisa komputer yang bagaimana? Anak didik saya saja di kelas 7 (tujuh) sampai kelas 9 (sembilan) mempergunakan kmputer saja masih tidak benar. Apalagi diceritakan salah satu teman di sekolah RSBI (sebelum dibubarkan) siswa di sekolah tersebut tidak pernah diajari TIK, tapi anehnya mereka bukan "bisa" komputer, malah masih "ngerepoti" orang tua untuk mengajari komputer. Kondisi tersebut di kota, lalu bagaimana dengan kota pingiran atau pun desa di pelosok?

Ada kalanya pemikiran di hapuskannya TIK dimungkinkan karena pertama, meringankan pemerintah dalam pembayaran guru yang sudah tersertifikasi karena orangnya sedikit maka untuk mengendalikan kekisruhan sangatlah sedikit resikonya. Kedua, ada rasa putus asa pemerintah untuk memenuhi kebutuhan melengkapi perangkat komputer untuk pembelajaran, padahal dana BOS saja tidak memperbolehkan digunakan untuk membeli komputer untuk pembelajaran siswa. Jadi jalan satu-satunya untuk mengurangi rasa tanggung jawab pemerintah adalah menghapus pelajaran TIK baik di tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.

Semuanya hanyalah reka-reka dari penulis opini ini, selayaknya masyarakat juga harus tahu dan memiliki kepekaan akan bergantinya sebuah kurikulum. Kurikulum dibuat, dirubah hanyalah sebagai upaya memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Namun setiap perubahan kurikulum yang sering terjadi ternyata tidak membawa pengaruh pendidikan, ini yang dirasakan oleh seorang guru. Harus diakui bergantinya kurikulum selalu menjadi masalah baru bagi kinerja seorang guru. Kebijakan-kebijakan pemerintah berkaitan dengan perubahan kurikulum cenderung menjadikan masalah baru, karena apa? Kurikulum masih belum mencerminkan dan menghargai budaya Indonesia, banyak kurikulum asli bangsa ini yang sesungguhnya bisa dilaksanakan dan mungkin sama dengan kurikulum luar hanyaberganti dan beda nama saja. Dan pada intinya masih sekedar bongkar pasang saja, dan tidak menghasilkan apa-apa. (by: Ahmad Amin Udin, S.Pd, S.ST)

Senin, 26 Agustus 2013

SIAP KURIKULUM 2013?

Beban Pemikiran di K13
oleh: Ahmad Amin Udin, S.Pd, S.ST

Ini hanyalah opini yang setiap orang bisa berbeda presepsi, bagi guru yang tidak terlalu di rugikan pada Kurikulum 2013 barangkali tidak terlalu terpengaruh oleh opini yang berkembang di masyarakat pendidikan. Tapi saya yakin dan sepakat jika Kurikulum 2013 ini begitu memiliki pengaruh sangat besar bagi seorang guru, bukan karena kualitas kurikulumnya karena kalau membicarakan kualitasnya saya sendiri masih meragukan, alasanya belum bicara tentang kualitas kurikulum ini banyak menuai protes dari kalangan pendidik, pakar, dan pemerhati dunia pendidikan.

Pertama kali diwacanakan banyak dari kalangan dunia pendidikan meragukan kurikulum ini, ada beberapa alasan pertama, kurikulum terdahulu "Kurikulum KTSP" masih belum terlihat hasilnya karena wujud dari cita-cita membentuk generasi yang berkarakter masih jauh dari harapan. Kedua, kalangan pendidik masih menganggap kurikulum baru banyak mengurangi hak mengajar, dan jam mengajar. Karena kurikulum baru ini lebih banyak mengurangi jam mengajar, meskipun total jam mengajar per minggu bertambah. Khusus mata pelajaran yang tidak ada seperti TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), Bahasa Daerah, IPA dan IPS SD memberikan permasalahan guru pada beban mengajar dan alih profesinya guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik. Ketiga, Standard pendidikan yang diharapkan terlalu tinggi khususnya pada peralatan TI (Teknologi Informasi) kita tahu tidak semua sekolah mampu menyediakannya. Keempat, pengalihan profesi mengajar memunculkan masalah baru bagi sekolah, dengan harus menyediakan Sumber Daya Manusia yang memadai.

Pengalaman dari teman yang mengikuti pelatihan instruktur Kurikulum 2013 tingkat SMP ternyata menyisahkan masalah bagi guru TIK. Untuk guru TIK diharuskan mengajar sesuai bidang study masing-masing mengingat banyak guru TIK bukan berasal dari guru TIK. Patut di sayangkan ketika TIK di hapus di mata pelajaran tingkat SD sampai SMA/SMK padahal banyak guru TIK yang melakukan penyesuaian dengan melakkan sekolah lagi agar mata pelajarannya linier. Untuk mengganti mata pelajaran TIK dari teman yang mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 diinformasikan guru TIK mengajar Prakarya yang terdiri dari Pertanian dan Peternakan, saat ini pengembangan silabusnya masih dikembangkan namun apa yang didapat dari hasil lokakarya pelatihan Kurikulum 2013 ternyata menyisahkan beban bagi guru TIK untuk belajar lagi ilmu pertanian dan peternakan. Ini adalah masalah serius yang tidak bisa secara instan bisa diatasi. Sampai saat ini pun materinya, silabusnya, persiapan buku teksnya nyaris tak terdengar padahal tahun ajaran baru bagi sekolah yang menjalankan Kurikulum 2013 sudah berjalan.

Ternyata, K13 menyisahkan masalah yang bagi pemerintah tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Pakar Kurikulum masih melihat standard pendidikan dikota tanpa memperhatikan luasnya negara, letak geografis, kemampuan SDM, aneka ragam budaya dan kearifan lokal. Opini ini hanyalah ungkapan diri pribadi, silakan memberi komentar. Semoga pendidikan kita lebih maju.