Rabu, 17 Desember 2014

KURIKULUM 2013 VS KTSP

Mau Ikut Yang Mana?


Selamatkan TIK
Mau ikut yang mana? Pertanyaan ini patut di jawab atau tidak? Mengapa muncul pertanyaan ini? Pagi ini di sekolah seperti biasanya kesibukan selalu ada-ada saja. Saat lewat di depan ruang Tata Usaha, Kepala TU menunjukkan draft surat permohonan untuk menjalankan Kurikulum 2013. Sejenak aku merasa sedikit kecewa juga, permasalahannya selama ada sertifikasi guru sejak 2006, aku sudah tidak lagi "diperkenankan" mengajar IPS karena secara logika mata pelajaran IPS sudah berlebihan dan artinya kelebihan seorang guru, sehingga dengan lapang dada aku mengajar TIK hingga saat blog ini di tulis.

Kabar gembira dan sedikit harapan muncul ketika Bapak Anis Baswedan menyarankan sekolah yang menjalankan K13 selama 3 semester saja yang dapat mempergunakan K13. sedangkan sisanya mempergunakan KTSP. Ternyata? Untuk Propinsi Jawa Timur, adalah salah satu propinsi yang menghendaki sekolah tetap menggunakan K13, perkiraanku pernyataan inilah yang menjadi dasar agar K13 diberlakukan oleh seluruh sekolah di Propinsi Jawa Timur. Sedikit terlalu "berani" dan permintaan "maaf" bagi semua pembaca blog ini, pemaksaan penggunaan K13 bagi sekolah yang menjalankan K13 hanya "satu semester" merupakan pemaksaan kehendak.

Minimnya fasilitas yang ada dan kesiapan guru merupakan permasalahan yang sangat serius, belum lagi bentuk penilaian yang dirasa memberatkan. Jujur diakui penilaian K13 sudah bagus. Ukuran penilaian K13 jika dilakukan di sekolah dasar sangatlah baik, mengingat di sekolah dasar menganut sistem pengajaran guru kelas sehingga penilaiannya sangat mungkin baik. Namun ada rasa bingung ketika penilaian K13 di tingkat sekolah menengah, karena guru di tingkat sekolah menengah adalah guru bidang studi, bayangkan berapa anak yang harus dinilai aspek religinya, sikap, ilmu pengetahuan dan keterampilannya.

Bukan karena saya termasuk guru yang tersingkirkan di K13 lalu tidak setuju, sesungguhnya ada yang lebih bijak dan merupakan kesempatan emas jika pemegang keputusan memberikan "otonomi kurikulum" pada sekolah dengan seluas-luasnya tanpa "pemaksaan, tekanan" dengan memilih atau pun menjalankan dengan baik opsi Bapak Anis Baswedan. Haruslah sepatutnya jika "Tut Wuri Handayani" juga bisa tegak di tingkat birokrasi kita, masalah kurikulum jangan dijadikan dewa. Ini kesempatan emas untuk mencari jati diri pendidikan bila sekolah memang siap secara mental, fisik, sarana prasarana dan sumber dayanya tentunya tidak masalah memilih K13 dan bukannya memaksakan kehendak dengan mengajukan surat permohonan menjalankan K13.

Selasa, 09 September 2014

KURIKULUM 2013 (BARU)

Merubah Mindset Guru
oleh: Ahmad Amin Udin, S.Pd, S.ST

Mas Rizqi belajar di luar kelas
Perjalanan Kurikulum 2013 telah menapaki tahun ke dua di tahun 2014 ini, perjalanan yang masih bisa di kata terlalu dini untuk dikatakan bahwa Kurikulum 2013 kurang berhasil. Berhasil atau tidak karena siswa yang murni selama duduk di bangku kelas pertama sampai akhir belum tampak hasil kelulusannya. Dalam setiap diskusi dengan teman sesama guru, kebanyakan meragukan akan output siswa yang menjalani Kurikulum 2013 mengingat banyak guru yang masih mengeluh dengan pola pengajaran dan juga tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasarnya (KD).

Pelatihan yang didapati oleh seorang guru masih sekitar bagaimana menyusun RPP yang sesuai dengan Kurikulum 2013, meskipun dalam pelatihan ada juga yang diwajibkan untuk tampil mengajar seolah-olah mempergunakan gaya mengajar Kurikulum 2013 dengan metode mengajar diskusi. Kesan dari kegiatan dengan metode diskusi masih terlihat dipaksakan pasalnya ketika di kelas sangat jarang seorang guru mempergunakan metode diskusi ini. Padahal diskusi sejak diberlakukannya Kurikulum berbasis Kompetensi hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sudah sering di gembar gemborkan, namun kondisi di lapangan sangat berbeda.

Apa yang perlu di rubah dengan lahirnya Kurikulum 2013? Salah satunya adalah merubah mindset guru dalam gaya mengajar. Selama ini variasi mengajar seorang guru masih terlihat kaku dan terkungkung dengan metode ceramah, alasannya ada kekhawatiran tidak tercapainya materi yang telah diajarkan hal ini disebabkan fokus seorang guru adalah sukses mengantar siswa dengan meraih nilai baik dalam Ujian Nasional.


Kalau mindset guru dalam mengajar tidak berubah, maka proses pembelajaran tidak akan tercapai dimana 1) standar proses yang semula pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi harus dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan menyita. 2) belajar tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar lingkungan sekolah. 3) guru bukan satu-satunya sumber belajar. 4) sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan.

Kamis, 06 Februari 2014

KURIKULUM TIK 2013

Mengambil Satu Keputusan
di Kurikulum 2013

Sebuah renungan untuk menggapai sebuah kepastian yang memang diciptakan hanya untuk menciptakan satu keputusan. Adalah guru TIK yang saat ini harus memilih sebuah ketidak pastian itu.

Harga Sebuah Pengabdian Guru TIK
Menunggu lama kepastian berlakunya kurikulum 2013 yang tidak memberi kesempatan bagi guru TIK untuk dapat mengajar siswanya haruslah ditanggapi serius. Satu tahun berselang tanda-tanda pemerintah mengupayakan guru TIK atau pun guru yang tidak atau kurang jam mengajarnya ternyata sama sekali tidak menemui titik terang. Banyak guru yang mengalami nasib seperti ini saling bertanya, mencari info barangkali ada kabar gembira tentang guru yang merasa terpinggirkan di Kurikulum 2013.

Selama ini di tingkat satuan pendidikan tingkat pertama guru TIK yang paling banyak mengalami kebingungan, adapun di tingkat satuan pendidikan tingkat atas dan kejuruhan guru yang kekurangan jam sangatlah banyak diantaranya guru Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, TIK.

Bagaimana menyikapi? Seperti kita ketahui bersama ada beberapa opsi dari mulut ke mulut dan saat ini saya memilih opsi melakukan re-sertifikasi sesuai basic. Beruntung saya PNS, opsi ini merupakan opsi yang saya nilai paling jitu walaupun sekiranya saya melakukan re-sertifikasi mungkin masih harus menunggu 3-4 tahun senior sekolah di sekolahku pensiun baru saya bisa dapat 24 jam mengajar.

Yang susah teman senasib yang saat ini masih jadi guru tidak tetap (GTT), kemarin saya tanya memilih opsi berhenti mengajar. Saya tanya lagi mengapa harus berhenti mengajar? Jawabannya kalau memang K2 kali ini tidak lulus saya harus pindah ke kota lain yang secara kebetulan rumah saat ini yang ditempati lagi ditawar orang. Nah jika K2 tidak lulus dan rumah bisa terjual, maka si teman tadi nekat untuk pergi ke luar kota dan membuka usaha di kota tersebut.