Over
Budgetting, Hukumanya Untuk Guru
Oleh: Ahmad Amin Udin, S.Pd, S.ST
http://www.binary.com/?id=salamcell |
Banyak yang
bertanya-tanya tentang over budgeting anggaran untuk TPP (Tunjangan Profesi
Pendidik), anggaran sebesar Rp. 23,3 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit.
Jumlah yang luar biasa fantastis mengundang penilaian negative bagi kalangan
pendidik, bagaimana tidak tatkala guru harus menunggu pencairan TPP yang selalu
tertunda dengan berbagai alasan ternyata ada informasi kelebihan anggaran yang
ditemukan oleh menkeu jumlahnya pun luar biasa.
Kenyataan di lapangan
begitu ketat sekali, dengan system aplikasi DAPODIK data tenaga kependidikan
pun harus di update tiga bulan sekali terkadang guru di vonis tidak dapat
menerima TPP hanya karena masalah teknis salah ekspor dari operator sekolah atau
pun operator dinas pendidikan bahkan kasus ada seorang guru yang belum pensiun
ternyata menjadi pensiun padahal operator sekolah tidak melakukan perubahan
apapun atau kasus guru swasta yang dapat TPP ternyata tidak dapat TPP hanya
karena guru tersebut lulus PNS, lalu dimana dana TPP guru tersebut? Melihat
kenyataan seperti ini patutlah pelaku mulai dari operator hingga pengusul
anggaran melakukan klarifikasi dengan memperjelas bagaimana system laporan
pengusulan hingga cairnya TPP hal ini untuk menghindari kerancuan dan
kesalahpahaman di tingkat satuan pendidikan. Menurut seorang guru yang TPP nya
pernah tidak cair di tingkat pusat sebetulnya tidak ada masalah dengan SK TPP
semuanya turun sesuai anggaran yang diusulkan namun pegawai anggaran di tingkat
pusat juga merasa heran kenapa di tingkat daerah dana TPP selalu mengalami
masalah tidak dapat dicairkan oleh yang berhak menerima.
Inilah fakta carut
marutnya layanan kepegawaian yang tergambar pada pencairan dana TPP yang jelas
tidak mungkin menuduh bersalah kemudian memvonis salah, pemegang sertifikat
pendidik tidak mungkin menuduh seperti itu, guru profesional hanya membutuhkan
bagaimana administrasi dapat lancar tanpa harus mengganggu aktivitas guru dalam
mencerdaskan bangsa, dengan banyaknya administrasi guru seperti DAPODIK, PKG
membuat guru menjadi pribadi yang selalu termakan rasa was-was dan tidak nyaman
ketika mengajar. Rasa was-was semakin bertambah tatkala Menteri Keuangan
memutuskan untuk menunda pengucuran dana transfer pada APBNP 2016 sebesar Rp.
72,9 triliun, akhirnya guru pun menanti kepastian lagi.
Guru bukan manusia
super atau konglomerat dengan kekayaan luar biasa, guru sama saja dengan PNS
lainnya. Penundaan pencairan TPP sudah sering terjadi dan jelas menunda semua
rencana mulai dari sekolah lagi, beli laptop, bayar lunas sekolah anak hingga
membayar hutang sekali pun. Sungguh tidak elok rasanya tatkala imbas dari salah
hitung anggaran juga dilimpahkan pada penerima TPP, ini artinya sama saja guru
menerima hukuman dari kesalahan yang tidak di lakukan.
Apresiasi untuk Menteri
Keuangan Sri Mulyani patut di berikan dengan ditemukanya over budgeting tunjangan
profesi guru, guru pun harus sadar dan bersyukur ini bagian dari rencana
pemerintah melakukan penghematan yang bertujuan mencegah melebarnya defisit
dana anggaran APBN-P 2016 serta sebagai peringatan bagi perencana anggaran
untuk lebih baik dalam menganggarkan TPP sehingga tidak menyebabkan beban berat
yang luar biasa bagi pemerintah.
Mulai dari organisasi
profesi guru hingga pengamat sudah banyak memberikan masukan terkait dengan TPP
yang terakhir adalah sebuah ide dari Bapak Muhadjir sebagai Mendikbud
mengisyaratkan mengganti TPP dengan resonansi
financial. Termasuk kemungkinan dengan membayarkan TPP setiap bulannya
seperti yang sudah di jalankan oleh sekolah di bawah naungan Departemen Agama
dan juga dosen. Solusi sangat banyak di negeri ini tergantung bagaimana penentu
kebijakan mengambil sikap yang benar-benar memperhatikan nasib guru, guru
bukanlah manusia super, guru hanyalah manusia biasa yang salah satu harapannya
dapat menyekolahkan putra putrinya hingga ke jenjang lebih tinggi, sungguh
ironis jika guru yang di cap pahlawan tanpa tanda jasa bernasib buruk tidak
mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar