Rabu, 30 Desember 2015

CALISTUNG

Membenahi Pro Kontra Calistung Dengan Bijak

OH ... CALISTUNG
     Heboh-heboh lagi masalah calistung, seakan tiada pernah henti-hentinya kebijakan tentang larangan calistung di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD). Kembali ke masa saya sekolh dulu ketika itu sekolah yang saat ini di sebut PAUD masih berupa Taman Kanak-Kanak (TK) dimana kelasnya masih hanya nol kecil dan nol besar sangat berbeda dengan saat ini ada Play Group, Kelas A, dan B. Sewaktu saya di TK masih ingat porsi bermain, menyanyi dan bergerak masih mendapatkan porsi besar daripada belajar membaca dan menulis (CALISTUNG).
     Banyak perdebatan di kalangan pakar pendidikan yang tidak hanya terjadi di dalam negeri termyata di luar negeri pun, calistung masih banyak diperdebatkan. Saya tidak akan membahas perdebatan pakar tersebut, biarlah masalah calistung menjadi ladang penelitian dengan harapan menjadi bahan referensi pendidik atau pun pemerintah selanjutnya.
     Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan (walaupun ada larangan) anak usia dini harus dapat membaca pada saat masuk di sekolah tingkat dasar. Kebijakan yang subur sejak lama ini ternyata sulit sekali di kembalikan seperti saat saya di bangku TK sekitar akhir tahun tujuhpuluhan ketika itu. Karena sudah menjadi tradisi anak masuk sekolah dasar harus dapat membaca, menulis dan berhitung.
     Sangat di sayangkan larangan dari pemerintah untuk tidak mengajarkan calistung pada anak usia dini ternyata hanyalah menghasilkan peraturan tertulis yang mandul, kenapa? Tidak ada yang salah dari peraturan yang harus dilaksanakan ini, namun apa yang telah terjadi sekian lama memerlukan perombakan total tidak hanya pada peraturan namun juga persepsi orang tua, dan guru yang harus dirubah. Pemberlakuan ini sangatlah setengah hati untuk dijalankan di sekolah tingkat dasar, ada beberapa alasan, mengapa calistung tetap menjadi bahan tes bagi siswa yang akan masuk ke sekolah dasar. Alasannya adalah, pertama sekolah yang banyak peminatnya tentunya susah untuk dapat menyeleksi sehingga salah satu cara yang dianggap gampang adalah dengan calistung. Kedua, sudah menjadi kebutuhan akan orang tua untuk menyekolahkan anak ke sekolah yang mampu membuat anak dapat membaca dan menulis, sekolah PAUD yang tidak mampu tentunya siap menjadi PAUD yang tidak dilirik oleh orang tua. Ketiga, paling penting dari itu semua adalah terjaminnya jalannya peraturan yang dapat dikawal oleh semua pihak tidak terkecuali pemerintah, guru dan orang tua. Keempat, peraturan setidaknya tidak hanya berlaku sebatas pada aturan dan dijalankan setidaknya ada satu komponen yang tidak pernah disentuh yaitu kurikulum.
     Mengingat kurikulum sebagai dasar motor pendidikan, sangatlah penting mengkoreksi lagi kurikulum tingkat dasar. Sadarkah ketika anak kita masuk di sekolah sekolah dasar, kita akan merasa terkejut ketika ditingkat pertama anak kita sudah harus mengikuti ujian semester. Betapa mirisnya kita jika pemerintah keras dengan aturan melarang CALISTUNG tetapi kegiatan di tingkat kelas pertama sudah ada ujian semester yang tentunya menuntut untuk sang anak dapat membaca, menulis dan menghitung.
     Mari kita koreksi buku siswa kelas satu, apa yang anda lihat sama rasanya dengan apa yang saya pikirkan, buku kelas satu sama sekali tidak mencerminkan konsumsi untuk anak yang masih belum dapat menguasai CALISTUNG. Apakah anda yang diperkotaan, atau pun mungkin di desa pernah merasa/melihat guru SD kelas satu mengajarkan siswa untuk bisa ber-CALISTUNG? Jika kegiatan belajar kelas satu tidak dapat dirubah atau pun sistem pengajaran materi dan buku materinya tidak berubah juga niscaya aturan larangan CALISTUNG di PAUD akan tetap jalan di tempat dan jangan lupa meskipun peraturan dari Mendiknas hasilnya tetap akan sama saja.